"Dengan mengemis di perempatan lampu merah, setiap orang justru mampu meraup ’penghasilan’ Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per hari. Usaha tersebut cukup mudah dan tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga," kata Mira Elfina di Padang, Senin (4/10/2010).
Ia mengatakan itu berdasarkan pengamatannya terkait jumlah pengemis yang beroperasi di perempatan lampu lalu lintas Kota Padang, Sumbar, makin marak. Mereka tersebar mulai dari Jalan Bagindo Azischan, Jalan Damar, by pass, Sudirman, S Parman, Tabing, Koto Tangah, dan Jalan Thamrin.
Pengemis yang beroperasi tersebut laki-laki dan perempuan mulai dari usia balita hingga lansia. Bahkan setahun pascagempa Sumbar, jumlah mereka terus bertambah.
Menurut Mira, jumlah mereka makin bertambah—semenjak krisis moneter—apalagi pascagempa Sumbar yang mengakibatkan banyaknya usaha yang tutup akibat tempat usaha mereka hancur diguncang gempa.
"Dampak gempa tersebut, banyak kepala keluarga yang terhimpit masalah ekonomi, mengakibatkan banyak dari mereka yang berusaha untuk mendapatkan uang dengan jalan pintas seperti mengemis itu," katanya.
Menurut Mira, pascakrisis moneter seluruh sektor perekonomian mengalami keterpurukan dan hal ini sangat berpengaruh kepada golongan masyarakat yang berada pada strata masyarakat terbawah.
Masyarakat tersebut, katanya, terimbas dampak dua kali, selain masuk dalam kategori masyarakat golongan bawah dengan minim akses pendidikan hingga tingkat kualitas sumber daya manusianya juga minim.
"Parahnya, mereka juga terhambat dalam memenuhi kebutuhan hidup karena seluruh harga melonjak secara drastis," katanya, dampak demikian mengakibatkan meningkatnya jumlah pengemis di perempatan lampu lalu lintas itu.
Akan tetapi, ia juga meragukan pemerintah daerah belum berupaya maksimal untuk meminimalisasi keberadaan mereka.
Sementara itu, berdasarkan sampel penelitian hampir 70 persen dari 100 sampel yang diambil, kehidupan para pengemis justru "sejahtera", bahkan memiliki rumah dengan segala isinya.
Ia mengutip teori dari pakar ekonomi Belanda, Bueke, yang menyatakan bahwa profesi mengemis cenderung dilakukan orang lebih akibat sifat mereka yang pemalas.
"Mereka tidak mau berusaha dan berpikir untuk memanfaatkan segala potensi yang ada di sekelilingnya. Padahal, jika lebih digali lagi, semua potensi yang ada dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup mereka sendiri," katanya.
Mencermati kasus demikian, Mira menyarankan, pemerintah melalui dinas terkait perlu segera memprogramkan pendataan pengemis di jalanan agar mereka tidak lagi berperilaku malas serta dieksploitasi oleh pihak-pihak yang ingin menarik keuntungan.
Selain itu, pemberdayaan terhadap rumah singgah juga perlu lebih ditingkatkan guna menampung anak-anak yang sengaja ditelantarkan orangtua mereka untuk mencari nafkah ekonomi.
source: http://regional.kompas.com/read/2010/10/04/10421134/Saat.Mengemis.Dijadikan.Pilihan.Hidup-3