Cacing tambang adalah parasit yang dapat menghadirkan penyakit bagi manusia. Namun, dalam sebuah terapi alternatif, beberapa orang malah dianjurkan untuk memasukkan cacing tambang ke dalam tubuhnya untuk mengatasi gangguan autoimun. Efektif atau tidakkah terapi cacing ini?
Terapi alternatif dengan cacing tambang atau disebut dengan helmintic therapy, sebenarnya tidak disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Meskipun demikian, terapi ini banyak dipakai di berbagai belahan dunia.
Di Amerika, jenis cacing yang digunakan adalah Necator Americanus atau sejenis cacing tambang. Sebagai parasit, cacing ini cukup berbahaya, karena bisa menembus mukosa usus dan menghisap darah, sehingga bisa menyebabkan anemia.
Cara menggunakannya sebagai terapi adalah dengan menempelkan larva cacing tersebut di lengan pasien dengan menggunakan perban. Dalam beberapa jam kemudian, larva-larva itu akan masuk dengan menembus lapisan kulit pasien.
Dikutip dari Foxnews, Kamis (7/10/10), biasanya pasien akan merasakan sejumlah efek samping ketika larva itu mulai menginfeksi. Di antaranya yang paling sering adalah gatal-gatal, yang bisa diatasi dengan antialergi.
Berkaca pada zaman dahulu saat orang belum mengenal sanitasi dan kebersihan, penyakit autoimun justru tidak banyak ditemukan. Ketika orang jarang mandi dan cuci tangan, imunitas atau kekebalan tubuh lebih kuat, karena sering terpapar oleh parasit-parasit termasuk di antaranya cacing tambang.
Benarkah demikian? Dr. Joel Weinstock, seorang professor gastroenterologi dari Tufts Medical Center angkat bicara tentang penggunaan cacing untuk mengobati penyakit autoimun.
Weinstock mempelajari jenis terapi alternatif ini sejak tahun 1990-an dan menyimpulkan, bahwa cacing memang bisa memberikan efek menenangkan pada sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika mengujinya pada tikus, terapi ini ampuh meredakan gejala asma, diabetes tipe-1, dan penyakit radang usus.
Ketika diujikan pada manusia pada tahun 2005, 23 dari 29 pasien Chorn's disesase mengalami perbaikan kondisi. Jenis cacing yang digunakan ketika itu adalah Trichuris suis, cacing parasit yang banyak ditemukan pada babi.
Namun, masalah pun muncul ketika cacing itu tetap hidup di tubuh manusia, hingga beberapa bulan kemudian. Dalam jangka panjang, cacing-cacing itu kembali menjadi parasit, sehingga ia menyimpulkan, bahwa efek terapi cacing hanya efektif untuk jangka pendek.
Weinstock memperingatkan, ada risiko yang harus ditanggung ketika cacing yang dimasukkan terlalu banyak. Risiko yang paling umum adalah anemia yang berujung pada kematian, terutama jika menggunakan cacing tambang.
"Sebagian besar orang menggunakan terapi cacing sebagai pilihan terakhir, ketika pengobatan dengan cara lain sudah tidak bisa mengatasi gangguan autoimun yang dideritanya," ungkap Weinstock.
Seram sekali terapi cacing ini, apakah tidak ada cara lain, selain memasukkan cacing ke dalam tubuh yang jelas-jelas sangat merugikan kesehatan, bahkan membawa kematian.
source: http://siradel.blogspot.com/2010/10/terapi-cacing-untuk-mengatasi-autoimun.html
Terapi alternatif dengan cacing tambang atau disebut dengan helmintic therapy, sebenarnya tidak disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Meskipun demikian, terapi ini banyak dipakai di berbagai belahan dunia.
Di Amerika, jenis cacing yang digunakan adalah Necator Americanus atau sejenis cacing tambang. Sebagai parasit, cacing ini cukup berbahaya, karena bisa menembus mukosa usus dan menghisap darah, sehingga bisa menyebabkan anemia.
Cara menggunakannya sebagai terapi adalah dengan menempelkan larva cacing tersebut di lengan pasien dengan menggunakan perban. Dalam beberapa jam kemudian, larva-larva itu akan masuk dengan menembus lapisan kulit pasien.
Dikutip dari Foxnews, Kamis (7/10/10), biasanya pasien akan merasakan sejumlah efek samping ketika larva itu mulai menginfeksi. Di antaranya yang paling sering adalah gatal-gatal, yang bisa diatasi dengan antialergi.
Berkaca pada zaman dahulu saat orang belum mengenal sanitasi dan kebersihan, penyakit autoimun justru tidak banyak ditemukan. Ketika orang jarang mandi dan cuci tangan, imunitas atau kekebalan tubuh lebih kuat, karena sering terpapar oleh parasit-parasit termasuk di antaranya cacing tambang.
Benarkah demikian? Dr. Joel Weinstock, seorang professor gastroenterologi dari Tufts Medical Center angkat bicara tentang penggunaan cacing untuk mengobati penyakit autoimun.
Weinstock mempelajari jenis terapi alternatif ini sejak tahun 1990-an dan menyimpulkan, bahwa cacing memang bisa memberikan efek menenangkan pada sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika mengujinya pada tikus, terapi ini ampuh meredakan gejala asma, diabetes tipe-1, dan penyakit radang usus.
Ketika diujikan pada manusia pada tahun 2005, 23 dari 29 pasien Chorn's disesase mengalami perbaikan kondisi. Jenis cacing yang digunakan ketika itu adalah Trichuris suis, cacing parasit yang banyak ditemukan pada babi.
Namun, masalah pun muncul ketika cacing itu tetap hidup di tubuh manusia, hingga beberapa bulan kemudian. Dalam jangka panjang, cacing-cacing itu kembali menjadi parasit, sehingga ia menyimpulkan, bahwa efek terapi cacing hanya efektif untuk jangka pendek.
Weinstock memperingatkan, ada risiko yang harus ditanggung ketika cacing yang dimasukkan terlalu banyak. Risiko yang paling umum adalah anemia yang berujung pada kematian, terutama jika menggunakan cacing tambang.
"Sebagian besar orang menggunakan terapi cacing sebagai pilihan terakhir, ketika pengobatan dengan cara lain sudah tidak bisa mengatasi gangguan autoimun yang dideritanya," ungkap Weinstock.
Seram sekali terapi cacing ini, apakah tidak ada cara lain, selain memasukkan cacing ke dalam tubuh yang jelas-jelas sangat merugikan kesehatan, bahkan membawa kematian.
source: http://siradel.blogspot.com/2010/10/terapi-cacing-untuk-mengatasi-autoimun.html