Minggu, 20 Februari 2011

Indonesia Juara Demam Berdarah di ASEAN


Jumlah kasus demam berdarah di Indonesia tercatat masih tinggi, bahkan paling tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Indonesia pun didapuk menjadi tuan rumah peluncuran resmi ASEAN Dengue Day pada 15 Juni 2011.

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2009 mencapai sekitar 150 ribu. Angka ini cenderung stabil pada tahun 2010, sehingga kasus DBD di Indonesia belum bisa dikatakan berkurang.

Demikian juga dengan tingkat kematiannya, tidak banyak berubah dari 0,89 pada tahun 2009 menjadi 0,87 pada pada 2010. Ini berarti ada sekitar 1.420 korban tewas akibat DBD pada 2009 dan sekitar 1.317 korban tewas pada tahun berikutnya.

"Angka ini paling tinggi di ASEAN. Bahkan dibanding Thailand di peringkat kedua, angka ini masih terpaut cukup jauh," ungkap Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2BB) Dirjen P2PL Kemenkes, Dr Rita Kusriastuti, MSc dalam jumpa pers di Gedung Kemenkes, Jumat (18/2/2011).

Menurut Dr Rita, DBD di Indonesia sulit diberantas karena laju perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan penyakit itu cukup cepat. Upaya pemberantasan jentik nyamuk selalu kalah cepat dari perkembangbiakan nyamuk tersebut.

Di lingkungan yang berair, 1 ekor nyamuk rata-rata bertelur sebanyak 50-400 butir dan hanya butuh 1 minggu untuk menjadi nyamuk baru. Jika diambil angka terkecil, dalam seminggu selalu ada 50 ekor nyamuk baru yang pada minggu berikutnya menghasilkan 250 nyamuk lain lagi.

Faktor kepadatan penduduk juga memicu tingginya kasus DBD, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah buatan manusia mulai dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi. Karena itu, 10 kota dengan tingkat DBD paling tinggi seluruhnya merupakan ibukota provinsi yang padat penduduk.

"Saya tidak hafal urutannya, tapi kota-kota yang masuk 10 besar rata-rata adalah ibukota provinsi yang padat penduduknya. Sebut saja Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta dan Bali (Denpasar)," tambah Dr Rita.

Terkait masih tingginya kasus DBD, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-17 yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, 30 Oktober 2010 menetapkan ASEAN Dengue Day atau Hari Dengue se-ASEAN yang selanjutnya akan diperingati setiap tanggal 15 Juni. Peringatan pertama sekaligus peluncuran resmi ASEAN Dengue Day akan dilakukan di Jakarta, 15 Juni 2011.



Indonesia Jadi Tuan Rumah 3 Agenda Kesehatan ASEAN
Sebagai ketua ASEAN untuk tahun 2011, Indonesia akan menjadi tuan rumah sejumlah kegiatan berskala regional. Untuk bidang kesehatan, ada 3 agenda yang akan digelar di Indonesia sepanjang tahun 2011. Apa saja kegiatan tersebut?

Salah satunya adalah peluncuran secara resmi ASEAN Dengue Day atau Hari Dengue se-ASEAN yang akan dilakukan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 2011. Tanggal 15 Juni ditetapkan sebagai ASEAN Dengue Day dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 di Hanoi, Vietnam pada tanggal 30 Oktober 2010.

Dengue atau lebih dikenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi keprihatinan para pejabat kesehatan di se-ASEAN karena jumlah kasusnya masih tinggi. Ditetapkannya tanggal 15 Juni sebagai ASEAN Dengue Day dimaksudkan sebagai kampanye pengendalian dan pencegahan DBD di tingkat regional ASEAN.

Acara lain yang akan digelar di Indonesia adalah Konferensi Obat Tradisional se-ASEAN yang ke-3 pada bulan November 2011 di Tawangmangu, Jawa Tengah. Sebelumnya akan diadakan prakonferensi yang akan berlangsung di Jakarta pada bulan Mei 2011.

Konferensi Obat Tradisional ini antara lain akan menyepakati pengembangan format standarisasi isi pada ASEAN Pharmacopeian Herbal Medicine atau Farmakope Obat Herbal ASEAN edisi III. Kesepakatan lain yang diharapkan tercapai adalah identifikasi area kerjasama di bidang obat tradisional.

Acara ketiga yang tak kalah pentingnya adalah 19th Meeting of ASEAN Task Force on AIDS (AFTOA) yang akan digelar di Bali pada November 2011. Beberapa tema yang akan diangkat dalam AFTOA kali ini antara lain HIV (human immunodeficiency viruse) di kalangan pekerja migran dan peningkatan akses terhadap obat antiretroviral (ARV).

"Buruh migran menjadi perhatian dalam pertemuan ini karena beberapa negara anggota ASEAN berbatasan secara langsung. Di negara-negara tersebut, angka penularan HIV di kalangan pekerja migran cukup tinggi," ungkap Kepala Seksi Standarisasi Sub Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual, Ditjen P2PL Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Endang Budi Hastuti


source